Indonesia Mengajar by Pengajar Muda

Image

Sekitar dua tahun yang lalu adalah pertama kalinya saya mengetahui tentang program Indonesia Mengajar. Waktu itu, dalam acara Kick Andy diudang beberapa Pengajar Muda (istilah dalam Indoensia Mengajar untuk guru) yang telah menyelesaikan tugasnya di berbagai pelosok bahkan pedalaman di Indonesia. Dari situlah dimulai ketertarikan saya pada keberadaan program ini.

Program Indonesia mengajar merupakan suatu wadah yang luar biasa menurut saya. Salah satu hal dari IM yang saya ingat sampai sekarang ialah tentang janji kemerdekaan yang notabene saya baru sadar. Janji kemeredekaan yang mungkin kita semua sudah hafal, janji kemerdekaan terhadap pendidikan, janji bersama (rakyat Indonesia) yang pernah melafalkan, namun tidak kunjung dibayar.
Buku ini tidak kurang untuk memberikan bukti, memberikan inspirasi, memupuk motivasi seluruh pembacanya. Dibuka dengan kata pengantar dari Sang Pemprakarsa: Anies Baswedan, memberikan rasa tersendiri untuk membuka lagi lembar demi lembar buku ini. Diselipkan juga gambar-gambar keadaan sekolah-sekolah di mana PM mengajar. Hampir seluruh bagian dari buku ini membuat saya tercengang. Bagaimana setiap anak-anak Indonesia bertahan dengan ketidakberadaan listrik di wilayah mereka. Kehidupan malam mereka lalui dengan kegelapan, walau masih ada beberapa tempat yang mampu menggunakan mesin pembangkit listrik yang hanya bertahan tidak lebih dari 4 jam. Bagaimana anak-anak Indonesia bertahan dalam ketidakberadaan buku-buku dan alat tulis yang mana mereka mendapatkannya harus menempuh perjalanan panjang, pun dengan keadaan jalan yang rusak dan kendaraan seadanya. Bagaimana anak-anak Indonesia di sana tidak mengenal Kota, menganggap pulau Jawa sebagai negeri yang jauuuuh sekali. Dan bagaimana mereka dengan keadaan serba kekurangan masih bersemangat untuk sekolah, walau keadaan tak kunjung berubah.

Lebih dari itu semua adalah semangat yang begitu menyala yang ada pada para Pengajar Muda. Mereka adalah orang-orang yang meninggalkan pekerjaan dan calon pekerjaan yang mapan dan bergaji tinggi untuk berangkat ke berbagai pelosok Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kesempatan mulia untuk melunasi janji kemerdekaan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga semua bangsa Indonesia bisa memanfaatkan semua yang ada untuk melakukan hal yang dapat mendukung kehidupan bangsa walau dengan cara yang berbeda.

Ramadhan Tiba by FLP Jepang

ImageSepuluh orang penulis sekaligus pengembara ke negeri sakura, bercerita tentang keterbatasan-keterbatasan namun selalu mendapat kemudahan-kemudahan dalam menjalankan puasa di negeri orang. Pun dengan fasilitas-fasilitas yang sangat minim akibat keminoritasan di sana tidak membaut saudara-saudara kita ini patah semangat untuk menjalankan salah satu kewajibannya.

Berisi total 37 cerita pendek yang dikemas dengan apik. Salah satu cerita yang menarik buat saya adalah yang ditulis oleh Hermin Wicaksono, Mamah dan Iktikaf. Di saat bulan ramadhan itu, konon, Ibunya berkeinginan kuat untuk melakukan iktikaf di 10 hari terakhir bulan puasa,walau dengan usia yang sudah tidak lagi muda. Ibunya bilang kalau melakukan kebaikan itu tidak harus menunggu ‘nanti’. Kebaikan harus dilakukan saat itu juga, saat kita ingin melakukannya. Karena itu sang ibu tidak ingin menunda lagi untuk ber-iktikaf di bulan itu, takut tidak ada ramadhan tahun depan lagi. Alhasil, ibu pun berhasil melakukan iktikaf genap 10 hari. Dan seperti memang sudah memiliki firasat,ramadhan saat itu memang ramadhan terakhir ibu, karena tepat satu bulan sebelum datang bulan ramadhan, dia dipanggil Yang Maha Kuasa. Kisah ini seakan menyadarkan, kalau memang betul waktu itu tidak akan pernah menunggu.

Membaca buku ini bisa jadi sambil refleksasi diri, memberi revolusi untuk menjalankan ramadhan yang sebentar lagi akan datang dengan lebih baik lagi. Tiga bintang saya beri untuk buku ini.

Mauve! by Liesa listiana

Image

Mauve, seorang anak usia 20-an yang baru saja lulus dari kuliahnya, sedang kebingungan mencari pekerjaan. Dalam masa pencarian itu tiba-tiba Tante Eva, adik Ibunya, menawarinya untuk pergi ke Amerika, tempat tantenya tinggal. Tante Eva adalah seorang mantan pramugari yang menetap di Connecticut. Dan Mauve akhirnya menerima tawaran tantenya itu. Di Connecticut lah bermula kisah ini.Dari Tante Eva yang ternyata adalah seorang pengidap breast cancer, harus meninggalkan Mauve di Connecticut selama-lamanya akibat cancer yang sudah tidak bisa ditanggulangi. Akibatnya Mauve pulang kembali ke Indonesia dengan usia yang tidak lagi muda, 29 tahun. Dengan segala kerja keras, dia masih belum menemukan pekerjaan. Sampai akhirnya dia merasakan ada benjolan kecil di bagian payudaranya. Dan dia baru sadar kalau dia mungkin telah mengidap penyakit yang sama dengan Tante Eva.

Di novel ini diceritakan bagaimana penderita cancer dapat bertahan bahkan dapat sehat seperti semula. Namun sayangnya di sini penulis terlihat begitu ingin cepat-cepat menyelesaikan kisahnya. Beberapa bagian yang menurut saya terlalu buru-buru adalah mengenai kematian Tante Eva, kemunculan Frans, kemunculan penyakit baru Mauve, dan pertemuannya dengan Andre dan juga Martin. Tapi overall, saya kasih 2 bintang, untuk tegarnya penyandang cancer di cerita ini yang bisa memberikan semangat bagi penyandang cancer lain.

Dream Catcher by Alanda Kariza

It is not surprised if we heard or even seen how the adults managed to achieve his dream. But it is rare to see a young girl who had started working at young age. The Writers of Dream Catcher is one of them. By setting up an organization (The Cure for Tomorrow) at the age of 14 year, she is worthy of being young Indonesian Delegation to various countries.

This book is opened with an introduction from Monique Coleman (UN Youth Champion) who delivered that she always uses the principles of discipline, hard work, and diligence to do everything, starting from creating dreams to realize and keep his dream. Even, this book, gives the story of one of Zimbabwe people in the early section. She mentioned that, Tererai Trent who was the daughter of his father was forbidden to attend school because women is assigned to be a mother. Until the age of 11th years she was married by her father. However, since childhood she has a strong passion to learn. Since childhood she often did her brother’s tasks. After married, she moved to Oklahoma. There, she continued his dreams. She continued studying to obtain his master’s degree in 2003.

This book not only provides real-life examples of people who were not initially supported by the surrounding circumstances to reach what they want to successfully achieve his dream, but in the most, what made this book different is by reading the pages of this book we are invited to create, explore, carry, keep, care for, and enjoy all the dreams that a human would have. No matter how small the dream.

From this book I get a lot of interesting things. Like these tips to make-our dreams come true.The most I remember until now is Get out of your “no progress” zone where we will definitely be in a zone of uncomfortable and we did not realize that the state of one who will help us to achieve the dream.

As  any other non-fiction books, in the middle of this book, It made me a little bored because it is dominated by the words that are always giving advice and advice. Even though I admit the written words of Alanda. The words are easy to digest. This book was also fulfilled with special spaces for readers to write the draft of dreams, write down the integrated steps, and the columns were designed with very interesting. Well, I think this book is very worth reading, especially for the young people who have / are found his dream.This book will help you.

Dream Catcher

Publisher: GagasMedia

 Pages: 217

Year of Publication: 2012